Ini adalah makalah tugas mata kuliah Character Building di semester satu yang saya susun dari berbagai sumber. Dari pada hanya tersimpan di folder harddisk laptop saya, mending saya share di sini. Semoga dapat bermanfaat membantu yang membutuhkan. Dan jika ada yang ingin mengklaim isi dari postingan ini harap dapat menghubungi secara personal, dikarenakan saat dulu saya menyusun makalah ini pun mendapatkan dari berbagai sumber (namun saya tidak ingat nyomot dari mana saja hehe sorry for that). Mohon bantuannya juga jika ada kesalahan dalam tulisan ini. Terima kasih, selamat mempelajari :)
BAB 1
PENDAHULUAN
- Latar
Belakang
Dalam hidup dan kehidupan
kita sering dinasehati tentang kepemilikan harga diri. tiap manusia yang ada
didunia ini pasti memiliki harga diri dan tentunya masing-masing orang selalu
menginginkan harga diri yang tinggi.
Dalam proses pertumbuhan dan
proses kehidupan kita, ternyata tidak mudah dalam membentuk sikap diri yang
positif. Karena kita mungkin mempunyai pandangan yang tidak menyenangkan
terhadap diri kita sendiri karena pengaruh komentar teman-teman, ortu, saudara
atau orang lain. Bisa juga karena kita merasa gagal, tidak dapat berbuat
apa-apa, merasa tidak dapat bertanggung jawab terhadap sesuatu yang ditugaskan,
atau tidak bisa berkata jujur dan sebagainya.
Harga diri ini sebenarnya
tidak hanya menjadi masalah kita, tapi hampir melanda semua orang di semua
tingkatan umur. Harga diri pada tingkat apa pun merupakan pengalaman paling
pribadi yang berada dalam inti kehidupan kita. Harga diri adalah apa yang kita
pikirkan dan rasakan tentang diri kita sendiri, bukan apa yang dipikirkan dan
dirasakan oleh orang lain tentang siapa kita sebenarnya. Tak seorang pun yang
dapat mengendalikan kita dan memercayai kepercayaan dan kecintaan kita terhadap
diri sendiri.
Banyak orang yang
beranggapan bahwa harga dirinya akan naik jika ia dapat mengekspresikan
kemarahannya. Menurutnya, dengan berani marah kepada siapa saja maka
orang-orang akan menilainya sebagai seseorang yang keras sehingga setiap orang
akan takut dan takluk kepadanya.
Harga diri merupakan
penilaian dan penghargaan seseorang terhadap dirinya sendiri. Penilaian orang
lain dapat memengaruhi bagaimana seseorang bertingkah laku dalam kehidupan
sehari-hari. Tapi yang terutama adalah penilaian terhadap diri sendiri.
Harga diri yang sesungguhnya
adalah merupakan harga diri atas kemuliaan karakter dari kita sendiri kita,
yang meliputi keadilan, ibadah, kesetiaan, kasih, kesabaran, dan kelembutan.
Kita dituntut untuk memiliki hal-hal tersebut agar bisa memiliki harga diri
yang tinggi yang sesungguhnya. Semuanya itu dapat kita wujudkan melalui
pembelajaran setiap hari. Hari-hari yang kita jalani, seharusnya dapat kita
jadikan kesempatan untuk mengikis karakter buruk dalam diri kita dan
mengembangkan kebiasaan yang baik untuk mewujudkan harga diri yang
sesungguhnya. Dengan inilah kita bisa menjadi orang yang benar-benar berharga.
Seorang yang memiliki harga
diri akan lebih bersemangat, lebih mandiri, lebih mampu dan berdaya, sanggup
menerima tantangan, lebih percaya diri, tidak mudah menyerah dan putus asa,
mudah memikul tanggung jawab, mampu menghadapi kehidupan dengan lebih baik, dan
merasa sejajar dengan orang lain.
Harga diri tidak dibawa
sejak lahir, tetapi memerlukan proses yang dibentuk sejak lahir karena itu
dipengaruhi oleh banyak hal sepanjang hidup kita, misalnya, pengasuhan orangtua
atau keluarga, pendidikan yang diterima (baik di sekolah ataupun di luar
sekolah), pengalaman-pengalaman yang berarti, prestasi-prestasi yang diraih,
orang-orang terdekat (baik saudara maupun orang lain), budaya, lingkungan
sosial dan masyarakat.
Yang menyedihkan banyak
orang mencari kepercayaan dan penghormatan diri ke segala penjuru dunia selain
dirinya sendiri sehingga mereka gagal dalam pencarian ini. Kita akan melihat
bahwa harga diri yang positif paling baik dipahami sebagai salah satu bentuk
dari pencapaian spiritual atau memahami harga diri sebagai suatu kondisi
kesadaran. Sehingga kita akan berhenti mengatakan, "Kalau aku memiliki
teman yang lebih keren, kalau aku punya pacar lagi, kalau aku mendapatkan
penghargaan lagi, kalau aku mendapatkan mobil yang bagus, maka aku akan
sungguh-sungguh berbahagia dengan diriku sendiri". Kita akan menyadari
bahwa pernyataan itu sangat tidak rasional, maka "semakin banyak"
keinginan yang akan mengusik hati kita.
Jika kita mendalami benar
hakikat sejati harga diri, maka kita akan tahu bahwa harga diri tidak bersifat
kompetitif (persaingan) dan komparatif (perbandingan). Harga diri yang sejati
tidak diungkapkan melalui pemujaan diri dengan mengorbankan orang lain atau
dengan mengagungkan seseorang jauh lebih unggul dari orang lain atau
menyengsarakan orang lain untuk membahagiakan seseorang. Arogansi (kesombongan)
dan terlalu mengagungkan kemampuan hanyalah menggambarkan betapa rapuhnya harga
diri kita dan bukannya mencerminkan kokohnya harga diri kita.
Sebuah harga diri yang tepat
dapat menjadi semacam magnit yang menyedot semua elemen kesuksesan. Harga diri
itu semacam magma yang membangkitkan kembali kekuatan dahsyat dalam diri kita.
Hanya dengan harga diri yang tepat kita bisa menatap masa depan dengan penuh
kebanggaan. kita layak memperoleh kesuksesan. Mari tempatkan harga diri dalam
konteks yang tepat.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
1. Konsep Harga Diri
1.1 Definisi Harga Diri
Apa itu harga diri? harga diri merupakan komponen yang bersifat
emosional dan merupakan komponen mempunyai peran yang sangat penting dalam
menentukan sikap dan kepribadian kita. Harga diri merupakan kunci untuk
mencapai kesuksesan hidup.
Harga diri di definisikan sebagai kecenderungan dalam diri seseorang dalam
memandang dirinya sebagai pribadi yang cakap, mampu dan memiliki kesungguhan
serta kekuatan dalam menghadapi berbagai tantangan hidup yang mendasar. Orang
dengan harga diri yang baik akan merasa dirinya sebagai mahluk berharga dan
layak untuk sukses dan hidup bahagia.
Untuk mudahnya, harga diri kita di definisikan sebagai seberapa suka kita
terhadap diri kita sendiri. Semakin kita menyukai diri sendiri, menerima diri
dan hormat pada diri kita sendiri sebagai seorang yang berharga dan bermakna,
maka semakin tinggi harga diri kita, semakin merasa sebagai manusia yang
berharga. Maka kita akan semakin positif dan bahagia.
Harga diri kita akan menentukan semangat yang tinggi, antusias dan motivasi
diri. Harga diri kita adalah penentu prestasi dan kesuksesan kita. Orang dengan
harga diri yang tinggi memiliki kekuatan pribadi yang luar biasa besar dan akan
berhasil melakukan apa saja di dalam hidupnya.
Satu hal yang harus di ingat adalah harga diri di bangun dengan melakukan
suatu tindakan. Kita tidak mungkin dapat memiliki harga diri yang tinggi
hanya dengan berangan - angan, hanya dengan membayangkan, hanya dengan
berbicara atau hanya dengan keinginan. Harus dengan tindakan nyata.
Harga diri merupakan hasil perbandingan antara diri Ideal dan Citra Diri.
apabila citra diri kita sejalan atau mendekati diri ideal kita, harga diri kita
akan tinggi, apabila citra diri kita tidak sejalan. atau bahkan sangat jauh di
bandingkan dengan diri ideal kita, harga diri kita akan rendah.
Jadi diri yang ideal adalah orang yang sangat ingin menjadi pada suatu waktu
di masa depan. Diri yang ideal menentukan arah hidup pertumbuhan dan evolusi
diri kita. Citra diri adalah cara kita melihat diri sendiri dan menentukan
prestasi kita pada masa mendatang. Harga diri kita ditentukan oleh hubungan
antara diri ideal dan citra diri kita. Cara kita melakukan kegitan sehari -
hari dibandingkan dengan cara kita apabila telah berhasil menjadi diri kita
yang ideal.
Stuart dan Sundeen (1991),
mengatakan bahwa harga diri (self esteem) adalah
penilaian individu terhadap hasil yang dicapai dengan menganalisa seberapa jauh
perilaku memenuhi ideal dirinya. Dapat diartikan bahwa harga diri menggambarkan
sejauhmana individu tersebut menilai dirinya sebagai orang yang memeiliki
kemampuan, keberartian, berharga, dan kompeten.
Sedangkan menurut Gilmore (dalam
Akhmad
Sudrajad) mengemukakan bahwa: “….self esteem is a
personal judgement of worthiness that is a personal that is expressed in
attitude the individual holds toward himself.” Pendapat ini
menerangkan bahwa harga diri merupakan penilaian individu terhadap kehormatan
dirinya, yang diekspresikan melalui sikap terhadap dirinya. Penilaian individu
terhadap hasil yang dicapai dengan menganalisa seberapa jauh perilaku memenuhi
ideal dirinya.
Sementara itu, Buss (1973)
memberikan pengertian harga diri (self esteem) sebagai penilaian
individu terhadap dirinya sendiri, yang sifatnya implisit dan tidak
diverbalisasikan.
Menurut Coopersmith (1998) Harga diri
merupakan evaluasi yang dibuat individu dan kebiasaan memandang dirinya,
terutama sikap menerima, menolak, dan indikasi besarnya kepercayaan individu
terhadap kemampuan, keberartian, kesuksesan, dan keberhargaan.
Menurut pendapat beberapa ahli tersebut, maka dapat menyimpulkan
bahwa harga diri (self esteem) adalah
penilaian individu terhadap kehormatan diri, melalui sikap terhadap dirinya
sendiri yang sifatnya implisit dan tidak diverbalisasikan dan menggambarkan
sejauh mana individu tersebut menilai dirinya sebagai orang yang memeiliki
kemampuan, keberartian, berharga, dan
kompeten.
1.2 Pembentukan harga diri
Harga diri mulai terbentuk setelah anak lahir, ketika anak berhadapan
dengan dunia luar dan berinteraksi dengan orang-orang di lingkungan sekitarnya.
Interaksi secara minimal memerlukan pengakuan, penerimaan peran yang saling
tergantung pada orang yang bicara dan orang yang diajak bicara. Interaksi
menimbulkan pengertian tentang kesadaran diri, identitas, dan pemahaman tentang
diri. Hal ini akan membentuk penilaian individu terhadap dirinya sebagai orang
yang berarti, berharga, dan menerima
keadaan diri apa adanya sehingga individu mempunyai perasaan harga diri
(Burn, 1998).
Harga diri mengandung pengertian”siapa dan apa diri saya”. Segala sesuatu yang berhubungan dengan
seseorang, selalu mendapat penilaian berdasarkan kriteria dan standar tertentu,
atribut-atribut yang melekat dalam diri individu akan mendapat masukan dari
orang lain dalam proses berinteraksi dimana proses ini dapat menguji individu yang memperlihatkan standar dan
nilai diri yang terinternalisasi dari masyarakat dan orang lain. Harga diri
seseorang diperoleh dari diri sendiri dan orang lain.
1.3 Aspek-aspek harga diri
Coopersmith
(1998) membagi harga diri kedalam empat aspek yaitu:
1)
Kekuasaan (power)
Kemampuan
untuk mengatur dan mengontrol tingkah laku orang lain. Kemampuan ini ditandai
adanya pengakuan dan rasa hormat yang diterima individu dari orang lain.
2)
Keberartian (significance)
Adanya
kepedulian, penilaian, dan afeksi yang diterima individu dari orang lain.
3)
Kebajikan (virtue)
Ikuti
standar moral dan etika, ditandai oleh ketaatan untuk menjauhi
tingkah laku
yang tidak diperbolehkan.
4)
Kemampuan (competence)
Sukses
memenuhi tuntutan prestasi.
1.4 Komponen Harga diri
Menurut
Felker (1974) komponen dari harga diri adalah:
a.
Feeling of belonging, yaitu
perasaan individu bahwa dirinya merupakan bagian dari suatu kelompok dan
individu tersebut diterima oleh anggota kelompok lainny. Ia akan memiliki
penilaian yang positif akan dirinya jika ia merasa diterima dan menjadi bagian
dari kelompok tersebut. Individu akan menilai sebaliknya jika ia merasa ditolak
atau tidak diterima oleh kelompok tersebut.
b.
Feeling of competence, yaitu
perasaan individu bahwa ia mampu melakukan sesuatu untuk mencapai hasil yang
diharapkan. Jika ia berhasil mencapai tujuan maka ia akan memberikan penilain
yang positif terhadap dirinya. Selain itu, ia merasa percaya terhadap pikiran,
perasaan dan tingkah laku yang berhubungan dengan kehidupan (Frey & Calock,
1987).
c.
Feeling of worth, yaitu perasaan individu bahwa
dirinya berharga. Individu yang memiliki perasaan berharga akan menilai dirinya
secara positif, merasa yakin terhadap diri sendiri, dan mempunyai harga diri
atau self respect (Frey & Calock, 1987).
1.5 Karakteristik Individu Berdasarkan Harga Diri
Coopersmith
(1967), membagi tingkat harga diri individu menjadi dua golongan yaitu:
a. Individu dengan harga diri yang tinggi:
1.
Aktif dan dapat mengekspresikan diri dengan baik
2.
Berhasil dalam bidang akademik dan menjalin hubungan
sosial
3.
Dapat menerima kritik dengan baik
4.
Percaya pada persepsi dan reaksinya sendiri
5.
Tidak terpaku pada dirinya sendiri atau hanya
memikirkan kesulitannya sendiri
6.
Memiliki keyakinan diri, tidak didasarkan atas
fantasi, karena mempunyai kemampuan, kecakapan dan kualitas diri yang tinggi
7.
Tidak terpengaruh oleh penilaian orang lain tentang
kepribadiannya
8.
Lebih mudah menyesuaikan diri dengan suasana yang
menyenangkan sehingga tingkat kecemasannya rendah dan memiliki ketahanan diri
yang seimbang.
b. Individu dengan harga diri yang rendah:
1.
Memiliki perasaan inferior
2.
Takut gagal dalam membina hubungan sosial
3.
Terlihat sebagai orang yang putus asa dan depresi
4.
Merasa diasingkan dan tidak diperhatikan
5.
Kurang dapat mengekspresikan diri
6.
Sangat tergantung pada lingkungan
7.
Tidak konsisten
8.
Secara pasif mengikuti lingkungan
9.
Menggunakan banyak taktik mempertahankan diri (defense
mechanism)
10. Mudah
mengakui kesalahan
1.6 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Harga Diri
Faktor-faktor
yang mempengaruhi harga diri antara lain:
a. Jenis kelamin
Beberapa
penelitian menunjukan bahwa remaja putri mudah terkena gangguan citra diri
dibandingkan dengan remaja putra. Secara khusus, harga diri remaja putri
rendah, tingkat kesadaran diri mereka tinggi dan citra diri mereka mudah
terganggu dibandingkan dengan remaja putra (Rosenberg & Simmons dalam
Steinberg, 1999). Sebagai contoh, remaja putri lebih mudah sensitif tentang
diri mereka, merasa khawatir tentang kemampuan mereka, menerima kekurangan diri
dan peka terhadap penilaian orang lain. Hal ini terjadi karena remaja putri
peduli dengan harga dirinya agar dapat diterima dengan kelomponya (Steinberg,
1999).
b. Kelas Sosial
Kelas sosial
mempengaruhi perkembangan harga diri seseorang. Secara umum, remaja dari sosek
bawah mempunyai harga diri yang rendah dibandingkan dengan yang berasal dari
sosek atas (Rice, 1993). Penelitian menunjukan bahwa sosek (pekerjaan,
pendidikan, dan penghasilan) orang tua dari remaja merupakan penentu paling
penting dari harga diri remaja tersebut. Namun demikian menurut Rice (1993)
orang tua tidak semata-mata mengakibatkan rendahnya harga diri pada anak.
Meskipun sosek dan penghasilan rendah namun harga diri orang tua mungkin saja
tetap tinggi. Pada study Richman, Clark
& Blown dalam Rice (1993) di North Corolina, remaja putri dari sosek atas
mempunyai harga diri yang rendah dibandingkan dengan sosek menengah bawah.
Kondisi ini bisa terjadi karena sosek atas lebih banyak mendapat tekanan
akademik oleh orang tua dan tuntutan dari teman sebaya (peer).
c. Lingkungan
Lingkungan
juga sangat berpengaruh pada perkembangan harga diri individu. Dalam penjelasan
ini, lingkungan terbagi dua yaitu lingkungan ruman dan lingkungan pergaulan.
Notman dalam Frey & Carlock (1978) mengatakan bahwa lingkungan pergaulan
mendorong remaja putri untuk menekan/menyembunyikan perasaan, agresi dan mengakibatkan
kepasifan sehingga harga diri rendah. Remaja putri kurang menguasai diri dan
kurang stabil terhadap perubahan lingkungan. Selain itu lingkungan rumah pun
mempengaruhi harga diri. Rosenberg dalam Frey & Carlock (1978)
mengungkapkan karakteristik orangtua dan lingkungan rumah berpengaruh pada
perkembagnan harga diri anak. Anak yang diasuh dengan gaya autoritarian dan
dengan kekerasan fisik untuk mendisiplinkan anak, akan memiliki harga diri yang
rendah.
1.7 Pentingnya Harga Diri Bagi Remaja
Rosenberg dalam
Frey & Carlock (1978) mengemukakan tiga alasan utama pentingnya
perkembangan harga diri pada masa remaja.
1.
Masa remaja akhir adalah masa pengambilan keputusan
yang penting dalam hidup seseorang, seperti keputusan berkarir, mencari
pasangan hidup, menikah, dan membentuk keluarga.
2.
Masa remaja adalah masa status yang ambigu
(membingungkan) karena sering diperlakukan sebagai anak-anak, tetapi
kadang-kadang dituntut sebagi orang dewasa
3.
Masa remaja adalah masa yang penuh dengan perubahan
yang cepat, baik perubagan fisik (seperti tinggi badan, berat badan) maupun
perubahan dalam pertumbuhan karateristik seksual. Secord dan Jourad dalam Frey
& Carlock (1987) menemukan bahwa perasaan dan penilaian seseorang tentang
tubuh secara utuh sangat berpengaruh pada perasaan dan penilaiannya tentang
dirinya. Pada saat citra tubung mengalami perubahan, harga diri seseorang juga
ikut berubah, karena karakteristik fisik yang berubah juga mempengaruhi
persepsi seseorang terhadap dirinya. Hal tersebut terjadi sewaktu masa remaja.
1.8 Pengukuran Harga Diri
Berbagai
macam pengukuran harga diri menurut
Robinson, Shaver & Wrightsman (1991) antara lain:
1.
The Self Esteem Scale oleh
Rosenberg pada tahun 1965. Alat ukur ini mengukur kebergargaan diri dan
penerimaan diri individu secara global. Alat ukur ini terdari dari 10 item
dengan menggunakan skala likert.
2.
The Feeling of inadequacy sacle oleh Janis & Field pada tahun 1959. Alat ukur ini
mengukur kesadaran diri, ketakutan sosial dan perasaan kekurangan yang ada pada
diri individu. Alat ukur ini terdiri dari 32 item dengan menggunakan skala
likert.
3.
Self Esteem Inventory oleh Coopersmith pada tahun1967. Alat ukur ini
mengukur harga diri secara global dari empat domain yang ada, yaitu:
·
Domain harga diri akademis: mengukur rasa percaya
diri, kemampuan dalam belajar dan kepatuhan individu pada setiap kegiatan di
sekolah.
·
Domain harga diri keluarga: mengukur seberapa besar
kedekatan anak dengan orang tua, dukungan orang tua kepada anak dan penerimaan
orang tua terhadapa anak.
·
Domain harga diri sosial: mengukur kemampuan individu
untuk berhubungan dengan orang lain.
·
Diamin general
self : mengukur penilaian individu terhadapa kemampuannya secara umum.
Alat ukut
ini terdiri dari 58 butir dengan pilihan jawaban Ya dan Tidak. Kebanyakan butir
dapat disesuaikan dan digunakan untuk segala usia.
4.
Social Self Esteem oleh
Ziller, Hagey, Smith & Long pada tahun 1969. Alat ukur ini mengukur kondisi
harga diri ketika berada dibawah tekanan dan berhubungan dengan hubungan sosial
individu.
Pada penelitian ini, peneliti akan menggunakan alat ukur Self Esteem
Inventory untuk mengukur harga diri, dengan alasan alat ukur tersebut
mengevaluasi perilaku dari empat domain yang berhubungan dengan diri. Selain
itu, alat ukut tersebut dapat digunakan oleh semua umur.
2. Konsep
Harga Diri Rendah
2.1 Defenisi harga diri rendah
Harga diri rendah adalah perasaan tidak berharga, tidak berarti dan rendah
diri yang berkepanjangan akibat evaluasi yang negatif terhadp diri sendiri atau
kemampuan diri. Adanya perasaan hilang kepercayaan diri, merasa gagal karena
tidak mampu mencapai keinginan sesuai dengan ideal diri (Keliat, 1998).
Gangguan harga diri rendah akan terjadi jika kehilangan kasih sayang, perlakuan
orang lain yang mengancam dan hubungan interpersonal yang buruk.
Harga diri meningkat bila diperhatikan/dicintai dan dihargai atau
dibanggakan. Tingkat harga diri seseorang berada dalam rentang tinggi sampai
rendah. Harga diri tinggi/positif ditandai dengan ansietas yang rendah, efektif
dalam kelompok, dan diterima oleh orang lain. Individu yang memiliki harga diri
tinggi menghadapi lingkungan secara aktif dan mampu beradaptasi secara efektif
untuk berubah serta cenderung merasa aman sedangkan individu yang memiliki
harga diri rendah melihat lingkungan dengan cara negatif dan menganggap sebagai
ancaman (Yoseph, 2009).
2.2. Proses
terjadinya harga diri rendah
Berdasarkan hasil riset Malhi (2008, dalam
http:www.tqm.com) menyimpulkan
bahwa harga diri rendah diakibatkan oleh rendahnya cita-cita seseorang. Hal ini
mengakibatkan berkurangnya tantangan dalam mencapai tujuan. Tantangan yang
rendah menyebabkan upaya yang rendah.
Selanjutnya, hal ini menyebabkan penampilan seseorang yang tidak optimal.
Dalam tinjauan life span history
klien, penyebab terjadinya harga diri rendah adalah pada masa kecil
sering disalahkan, jarang diberi pujian atas keberhasilannya. Saat individu mencapai
masa remaja keberadaannya kurang dihargai, tidak diberi kesempatan dan tidak
diterima. Menjelang dewasa awal sering gagal di sekolah, pekerjaan, atau pergaulan.
Harga diri rendah muncul saat lingkungan cenderung mengucilkan dan menuntut
lebih dari kemampuannya.
Dalam Purba (2008), ada empat cara dalam meningkatkan harga diri yaitu:
1) Memberikan kesempatan berhasil
2) Menanamkan gagasan
3) Mendorong aspirasi
4) Membantu membentuk koping
Menurut Fitria (2009), faktor-faktor yang mempengaruhi proses terjadinya
harga diri rendah yaitu faktor predisposisi
dan faktor presipitasi.
2.2.1 Faktor
predisposisi
Faktor predisposisi terjadinya harga diri
rendah adalah penolakan orang tua yang tidak realistis, kegagalan berulang
kali, kurang mempunyai tanggung jawab personal, ketergantungan pada orang lain
ideal diri yang tidak realistis.
2.2.2 Faktor Presipitasi
Faktor presipitasi terjadinya harga diri
rendah biasanya adalah hilannya sebagian tubuh, perubahan penampilan/bentuk tubuh,
mengalami kegagalan serta menurunya produktivitas.
Sementara
menurut Purba, dkk (2008) gangguan harga diri rendah dapat terjadi secara
situasional dan kronik. Gangguan harga diri yang terjadi secara situasional bisa
disebabkan oleh trauma yang muncul secara tiba-tiba misalnya harus dioperasi,
mengalami kecelakaan, menjadi korban perkosaan, atau menjadi narapidana
sehingga harus masuk penjara. Selain itu, dirawat di rumah sakit juga menyebabkan
rendahnya harga diri seseorang diakibatkan penyakit fisik, pemasangan alat
bantu yang membuat klien tidak nyaman, harapan yang tidak tercapai akan
struktur, bentuk dan fungsi tubuh, serta perlakuan petugas kesehatan yang
kurang mengharagai klien dan keluarga. Sedangkan gangguan harga diri kronik
biasanya sudah berlangsung sejak lama yang dirasakan klien sebelum sakit atau
sebelum dirawat dan menjadi semakin meningkat saat dirawat.
Menurut Peplau dan Sulivan dalam
Yosep (2009) mengatakan bahwa harga diri berkaitan dengan pengalaman
interpersonal, dalam tahap perkembangan dari bayi sampai lanjut usia seperti good
me, bad me, not me, anak sering dipersalahkan, ditekan sehingga perasaan
amannya tidak terpenuhi dan merasa ditolak oleh lingkungan dan apabila koping
yang digunakan tidak efektif akan menimbulkan harga diri rendah. Menurut
Caplan, lingkungan sosial akan
mempengaruhi individu, pengalaman seseorang dan adanya perubahan sosial seperti
perasaan dikucilkan, ditolak oleh lingkungan sosial, tidak dihargai akan
menyebabkan stress dan menimbulkan penyimpangan perilaku akibat harga diri rendah.
Caplan (dalam Keliat 1999) mengatakan bahwa lingkungan sosial, pengalaman individu dan
adanya perubahan sosial seperti perasaan dikucilkan, ditolak oleh lingkungan
sosial, tidak dihargai akan menyebabkan stress dan menimbulkan penyimpangan perilaku
akibat harga diri rendah
2.3. Tanda dan gejala harga diri rendah
Keliat
(2009) mengemukakan beberapa tanda dan gejala harga diri rendah adalah:
a. Mengkrit
ik diri sendiri.
b. Perasaan tidak mampu.
c. Pandangan
hidup yang pesimis.
d. Penurunan produkrivitas.
e. Penolakan
terhadap kemampuan diri.
Selain tanda dan gejala tersebut,
penampilan seseorang dengan harga diri rendah juga tampak kurang memperhatikan
perawatan diri, berpakaian tidak rapi, selera makan menurun,tidak berani
menatap lawan bicara, lebih banyak menunduk, dan bicara lambat dengan nada
suara lemah.
2.4. Pohon masalah
Sumber: Yosep (2009).
2.5. Masalah keperawatan
Adapun masalah keperawatan yang muncul keperawatan yang muncul adalah:
1) Harga diri rendah kronid
2) Koping individu tidak efektif
3) Isolasisosial
4) Perubahan persepsi sensori: Halusinasi
5) Resiko tinggi perilaku kekerasan.
DAFTAR
PUSTAKA
http://yayak.freetzi.com/pengertian_harga_diri.html